Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Sudah; Maafkan saja

Di dunia, tidak semestinya segala apa yang menjadi persoalan disebabkan dirimu sendiri—kau boleh memiliki rasa iba, memiliki rasa menjaga dalam perasaan, memiliki perbuatan yang tidak gagal dan membuat orang lain kecewa; tapi tidak seharusnya kau mengorbankan dirimu sendiri dan terluka, kecewa, marah, dan bahkan sampai membenci dirimu sendiri. Kau bukan cenayang yang harus tahu apa isi hati dan pikiran seorang—kau hanya manusia yang tidak terlepas dari kesalahan, kegagalan, kekecewaan, harapan, dan perjalanan. Jika kau melakukan kesalahan hari ini—masi ada waktu untuk kau perbaiki di esok hari, jika kau gagal–masi ada esok hari untuk berproses agar tidak gagal, jika kau berharap hari ini; bukan berarti akan terjadi esok hari, dan kau tidak boleh berhenti dalam perjalanan rotasi kehidupan; yang kau perlukaan hanya memaafkan dirimu dengan kasih sayang yang sepenuhnya. Sudah Maafkan dirimu; kau sudah cukup larut dalam kemarahan pada dirimu sendiri; dan tidak ada yang bisa memperbaiki diri...

Sewaktu Dini Hari

01:51 WIB  Di kepala dan dada—kata benda memilih lebih banyak menjadi kata kerja; apa aku telah berdusta—melawan takdir atau nasib yang terlanjur terukir. Bosan; semestinya, tidak harus hari selalu menjadi Desember dan tak akan mekar mawar di bulan hujan. Semestinya. Aku membatas; agar bulan tak redup cahaya di saat malam—nyatanya cahaya adalah satu-satunya hal bersinar di saat malam. Kau tahu kisah saat kau memilih menjadi seorang perempuan dengan rahasia—malam selalu membangunkan dan kepala; dada terasa sesak oleh kerinduan. Aku tak bisa lepas pada garis nasib dan takdir. Coba buka pintu hatimu; akan aku buktikan sebagaimana doa mengikat kesetiaan dan lebih menolak perpisahan. Bayangkan setiap hari tubuh disetubuhi rindu agar tak menjadi semu dalam harimu. Kau masi tak percaya pada kejujuran—kau satu-satunya pilihan dalam kehidupan. Atau kau sudah menginginkan untuk pemakaman dalam kehidupan? Yang barangkali; kau juga kesulitan dalam meyakinkan. Mari kita saksikan dalam k...

Rumah Itu Bernama SASI

Alam adalah alasan kenapa aku memilih. Alam memberi segala, barang siapa dia mau bersama. Tak seperti di kota, yang selalu bertengkar dan berjahuan hanya karna berbeda pilihan politik semata, status sosial, dll. Tapi, Alam memberikan segala, persahabatan dan kekeluargaan, misalnya. Tujuan kita sama, yaitu menuju puncak untuk menikmati dan menemukan perihal rahasia yang di anugrahkan oleh Tuhan. Belajar bersama, Beribadah bersama, Pun Bergembira ceria bersama. Ada saatnya kita meski bersyukur dalam tafakur, berusaha mentadaburkan diri untuk bisa setia pada alam. Tujuan hidupku hari ini: aku ingin berumah dan bernaung di Sekola Alam Bekasi. Cintai Sekolahmu, seperti mana kau mencintai rumahmu, cintai rumahmu, sebagaimana kau mencintai dirimu, dan cintai dirimu seperti apa kau mencintai kekasihmu. Dan Rumah itu; Bernama SASI. . By: Introvert.

Sekola Itu Bernama SASI

Salah satu media dalam bersyukur untuk sesuatu ciptaan bernama manusia adalah oase pendidikan. Oase pendidikan bisa berupa apapun mulai dari buku, lembaga, aktivitas maupun alam. Kenapa harus berpendidikan? Sebab manusia adalah suatu bentuk ciptaan Tuhan yang sempurna sebagaimana di terangkan dalam firmannya suroh At-Tin ayat 4: "Sesungguhnya telah kami ciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya" kata baik bisa berupa apapun dalam oridor hal positive, kebaikan juga bisa berarti sempurna. Untuk mencapai kesempurnaan tersebut, kadangkala kita membutuhkan suatu tempat, guru, atau buku untuk mencari tahu tentang hal yang kita tidak tahu, kembali pada firmannya suroh Al-A'laq "Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu". Pada umumnya manusia bisa cerdas di akibatkan dirinya sendiri, tapi manusia memiliki sebuah sifat yang kadangkala sulit dikendalikan yaitu: Emosional negative, seperti sifat malas misalnya, untuk itu sekolah menjadi alternative manusia untuk mencerdaskan...

14

Aku menjelma bulan—di waktu siang milik matahari. Redup dan remang; saat semua terasa bersinar. Ketanpaan dan ketiadaan malam adalah ketidak berartian bagi keindahan bulan. Di kejauhan sana—ada sesuatu harapan demi harapan bagi bulan; malam akan datang—bersama bintang kuhiasi malam. Tujuan hidupku hari ini; aku membiarkan harapan demi harapan— tumbuh dan terjawab; tak usah resah dan gundah—sebab gelap masi saja milik malam bahkan Tuhan pun menikmatinya.

Sajak Untuk Primadona

Sewaktu malam masih teramat muda Bulan berbentuk sabit dibalik kaca; menawan—rupawan, seperti belah semangka; pun seperti senyum yang kutemukan saat itu. Angin malam berdesik-desik; daun-daun jatuh dari ranting; cahaya purnama memancar ketajaman mata gadis Primadona di suatu sore itu. Ada suatu yang tak mesti diungkapkan pada purnama sebilah kemilau—hanya mampu diratapi pun dinikmati; bagaimana cahaya itu bernyanyi.

Peserta SAs!

Hal yang aku suka tentang alam—mentadaburkan dan mentafakurkan, bersahabat dan memberi manfaat bagi kesesakan nafas diperkotaan, misalnya. Yahh persis sebuah sekolah bernama SASI—iyaa tidak hanya menguji pengetahuan yang kelak di dongengkan kepada anak-anak; tapi ia mendahulukan bertanya siapa diri? Apa kenikmatan jadi diri sendiri? Dan bagaimana diri mengabstraksikan diri itu sendiri. Persis alam semstinya~ Salam untuk alam, siapapun itu yang bersama alam.

"Maaf Tuhan, Aku Sibuk"

Aku mencari-Mu Dalam dunia filsafat Dan aku tersesat . Aku mencari-Mu Dalam dunia syariat Dan aku tidak melihat . Aku mencari-Mu Dalam dunia hakikat Dan aku di hukum para malaikat . Aku mencari-Mu Dalam alam cinta Dan aku menjadi orang paling terluka . Dan ketika aku tidak mencari-Mu Aku menjadi orang yang tidak hidup . Bahwa jalan-Mu adalah jalan mereka yang menjadi Aku Aku rindu itu ~ . (Bekasi, 18 Desember 2018).

Bumi Manusia

Bumi manusia memang selalu memiliki keunikannya, di kota kebosanan adalah hal yang paling cepat datang, dan lebih mendekatkan kepada banyak penyakit. Tapi di desa, orang-orang lebih cepat bahagia dan merasa tenang, meski rasa penasaran akan kota selalu menyerang. Bumi manusia selalu demikian, orang-orang di desa bekerja untuk keperluan kehidupan. Di kota, orang-orang bekerja untuk sebuah kekayaan, tak perlu memikirkan haram dan halal. Ah, Bumi Manusia~

Terimakasih

Dalam hening tercipta—aku ingin ucapkan terimakasih kepada seluruh yang ada dan pernah ada, orang tua, keluarga, dan teman teman yang kerap kali berjumpa lalu pergi meninggalkan cerita ataupun dia yang mewarnai hati baik pada saat jatuh cinta maupun terluka karna patah hati semata. Aku menyadari dari setiap kejadian, bukanlah hanya sebuah kebetulan semata, melainkan takdir yang memeluk setiap kehidupan, dari lubuk hati yang dalam, aku ingin ucapkan terima kasih telah mengajari untuk tetap hidup dan tumbuh; untuk tetap rapuh; jatuh dan kembali bangkit menyeluruh, aku sadar dalam hidup singgah dan pergi adalah suatu kemestian bahkan siklus hidup yang tak mungkin terlewatkan atau bahkan tertinggal. Aku sadar apa yang aku inginkan tak semestinya tercapai; sebab manusia hidup hanya sebatas kebutuhan dan kecukupan. Dan aku pula sadar apa yang menjadi milik kita—tak akan mungkin hilang dan tenggelam. Dan dari kalian aku belajar; hidup adalah suatu kemestian berdiri dikaki sendiri. Terimakasih...

Sahabat Juli

Pada umumnya: kita teman yang hanya sekedar kenal nama, seperti kebanyakan teman-teman lainnya dalam naungan pondok pesantren Attaqwa (Penjara Suci), saling tegur, menyapa bahkan candaa dan berbagi cerita tentang hidup yang kita kira hanya sementara. Waktu merubah banyak hal: yang tadinya hanya sekedar kenal nama kini berubah menjadi saling kenal dalam cerita. Aku ingat: awal pertama kali kita merayakan Juli disebrang pulau Jakarta ibu kota Indonesia, yang orang bilang "sekejam-kejamnya ibu tiri lebih kejam ibu kota" yah dikepulauan Tidung atau nama lainnya Pulau Jembatan Cinta; disana kita habiskan waktu selama tiga hari dari mulai makan di persimpangan laut dengan lauk pauk sederhana sampai kita minum es kelapa disebrang pulau kecil yang terhubung dengan kepulauan yang kita singgahi, konon dalam mitos pulau kecil tersebut adalah "wanita", bersepedaa lalu terjatuh jungkirbalik, hehehe dan masi banyak hal lainnya kita lewati, ah rasanya saat itu. Seperti kubilang ta...

Di Hadapan Senja

Menatap senja adalah mengenang sebuah luka, merajut sebuah asa—merindukan sampai ia tiba di suatu masa berbeda. Dan kau; dikejauhan hanyalah kerinduan yang tak pernah terbayangkan—luka atau cinta. Lalu! Gelap pun tiba: bayang-bayangmu tak pernah sirna dan aku; lagi-lagi menjadi manusia paling berdosa dalam duka tanya. Dan Semta pun—masih misteri dan rahasia_

Ada-ada saja

Berjuta-juta jarak kutempuh; hidup takkan menyeluruh—metafor bagi seorang pendaki adalah perjalanan; jurangpun terjang; badaipun tak menjadi alasan—hanya ada perjalanan dan perjalanan—nyawa dan kematian. Lagi pula senja siap menjadi sandaran—aroma kopi dipersimpangan malam. Senja, kopi dan alam adalah kenikmatan; bukan?— lantas kenpa tak di cumbu; barangkali lupa atau hanya sekedar malu! Hidup? Barangsiapa hanya tahu masa depan; ia terbebankan pada masa lampau—Barangsiapa hanya tahu masa lampau; ia terbebankan pada masa depan. Ah—hidup? ada-ada saja.

Pelukan Tuhan

Semakin hari semakin menjadi Zaman tak mengenal diri—Illahi Globalisasi Menggelobalkan manusia untuk tak perduli Ini kali yang dinamakan zaman sebentar lagi mati Tuhan menunggumu dalam sunyi Jangan lupakan! Kita adalah manusia-manusia yang tak terlepas dari usaha dan doa. Jangan biarkan diri sendiri mengusai semua— Tuhan Maha Tepat JanjiNya bukan?

Sepasang sepatu dan kisahnya

Sepasang sepatu yang tak pernah sampai . Sore hari sepasang sepatu berjalan di dekat bibir pantai Ia menerka cakrawala merah merona akan segera tiba Sebelum cakrawala tiba, ia menulis sebuah nama di dekat bibir pantai Untuk persiapan menyambut cakrawala dan merayakannya sambil berduka Beberapa menit kemudian, cakrawala tak kunjung datang Sepasang sepatu kini merasa kesepian dan sebuah nama yang ia tulis di dekat bibir pantai di sapu hilang oleh air pasang . Sepasang sepatu kini berjalan tak lagi di dekat bibir pantai, ia memilih berjalan di sebuah halaman dan menemukan sekuntum mawar Ia kembali menerka; mawar indah apa adanya Dan setiap hari ia selalu kembali kehalaman demi melihat dan menatap mawar Tapi di hari itu ketika ia kembali, mawarnya hilang dan sepasang sepatu berjalan kesepian . Kini sepasang sepatu berlari keseluruh arah, menginjak jam tangan tanpa baterai dan sebuah bingkai tanpa ia kenal dalam-dalam pemiliknya, ia memohon maaf dan selalu di tolak. Ia melihat...

Menyambut Juli

Juli telah kembali—perihal hidup bersaksi; kita tak mungkin berhenti hanya karna kecewa pada diri sendiri. Kau manusia yang tak mungkin terlepas dari luka; sebab itu kau temukan bahagia. Kau pengembara—yang tak pantas diterkam oleh serigala hanya karna kau memiliki domba. Dalam keadaan apapun kau mesti menjadi Ayyub yang hanya tahu hidup tak akan terlepas dari duka; hingga selalu menyebut satu Nama. "Tuhan, tubuhku sekujur lumpur—dan tak mungkin kabur hanya karna sedikit hancur"

Kepercayaan & Senyuman

Dua hal yang tidak boleh hilang dalam hidup; Kepercayaan dan Senyuman—Kepercayaan! Semua hanya persoalan masa; masa dimana kita tidak lagi kecewa pada diri kita sendiri, masa dimana kita tidak lagi bermimpi; sebab sudah mencapainya, masa dimana sesuatu yang terasa berat akan kita tertawakan, masa dimana kita tidak perlu lagi resah; hanya karna kita sadar hidup ini hanya untuk dinikmati, masa dimana kita tidak perlu lagi menginginkan jadi orang lain; sebab sudah tercukupi oleh diri sendiri. Dan pun senyuman; yang melahirkan keindahan dan kekuatan saat semua berusaha menghancurkan. Hanya karna kau gagal; bukan berarti harus berhenti belajar. Indonesia pun menemukan dirinya butuh waktu 350 tahun dijajah dan dijarah—sebelum akhirnya; ia percayaa pada dirinya dan tersenyum pada ibu pertiwinya. Ikhtiar dan belajar kunci hidup~
Dua hal aku benci dalam hidup: Juni dan Matahari. Juni tidak pernah luput pada air mata yang basah—saat kemarau mengeringkan. Lembap, terjerembap dan mendekap neraka. Matahari berakhir tetap merah penuh amarah. Mengekalkan bagi keniscayaan dan— niscaya adalah ketidak sanggupan melawan rasa;lara bagi setiap keadaan.

YANG TERKASIH SULASTRI

Yang terkasih—sulastri Tak ada yang lebih sulit dari sebuah keniscayaan di akhir juni; saat senja hadir—selalu mekar dan berdebar — Yang terkasih—sulastri Senja memerah dalam dekapan amarah Menghardik apapun—diujung barat keparat — Yang terkasih—sulastri Apa setidaknya diujung semenanjung—berjalan sendiri masih pengap harap sekali tiba diujung dan selamat jalan — Yang terkasih—sulastri Riuh rindu pasti terjadi—malam sudah sekian kali kutempuh;tetap saja jenuh — Yang terkasih—sulastri Esok hari—dan esok hari; senja dan kopi kedua hal yang kuusahakan dinikmati — Yang terkasih—sulastri Dua hal yang aku benci—Juni dan Matahari

Mawar Si Fitih

Mawar putih itu—kini layu Menepaki jejaknya; menafsiri pribadinya Memancar kecoklatan aroma pedesaan Memperlihatkan natural dalam suasana perasaan Tenang; Tentram — Temaram dan rahasia Bekasi, Mei 2019 SM_

Mimpi Menjadi

Mimpi Menjadi  Menerka-nereka Merajut luka—Melawan lara Pelipur rasa—doa Semoga; Tuhan Adil dan Sederhana Meski Semesta lucu tak terduga Setiba kau hadir dalam mimpi Sesaat itu pula—malam teramat sunyi Bekasi, Juni 2019.