Perjalanan Menuju Madiun
Dua puluh hari sebelum pergantian tahun, bus antar kota berjalan cepat menuju kota konflik berdarah sekitar tahun 1948 tanggal 18 September, yang dikenal sebagai pristiwa Madiun. Senja tak sedang berwarna merah darah, sebab awan memilih meneteskan hujan kecil-kecil dengan warna khasnya kelabu.
Nak, mau kemana? Tanya seorang kakek tua
Ke kota Madiun pak. Jawab Karsa yang sedang mengambil buku.
Bus antar kota yang melintasi boyolali-solo-madiun-surabaya perlahan disesaki penumpang beranekaragam, mulai dari seorang anak kecil dengan tangisnya, seorang pemuda dengan lamunan wajah ibunya, dan seorang bapak-bapak dengan rasa khawatir terhadap istrinya, kalau-kalau dia ketahuan sedang bersama selingkuhannya.
Mau, ada kerja ? tanya seorang kakek tua kembali.
Ia kek, mau ada tugas membuat perpustakaan disana, kakek mau kemana? Sahut Karsa sambil membaca bukunya.
Oouh baik nak, kakek mau ke Surabaya nak! Sahut kakek.
Bus antar kota semakin kencang melaju, tidak terasa sudah melintasi perbatasan antar provinsi jawa barat dan jawa tengah, pada pukul 22:00 WIB bus berhenti di sebuah resort untuk istirahat dan makan malam.
Kopi, kopi, kopi. Pop mie, Pop mie, Pop mie, Air, Air, Air, Ada Aqua.~ suara para pedagang yang sedang menyambut kedatangan bus antar kota.
Mbak, kopinya satu~ pinta seorang Karsa
Kopi apa mas?~ tanya seorang pedagang minuman
Kopinang dengan Bismillah mbak! Hehehe, kopi hitam mbak.~ Jawab Karsa dengan senyumnya, sambil tertawa kecil.
Mas bisa aja, baik mas tunggu sebentar!~kata mbak-mbak pedagang kopi dengan senyum dan gingsulnya yang manis.
Aroma dan rasa khas kopi cukup menyegarkan untuk istirahat kali ini, sebab perjalanan masih cukup panjang untuk menuju kota berdarah tragedi Madiun itu, kopi sejenis minuman yang bersinergi terlahir kebumi untuk dinikmati sebagai minuman sejati, tidak hanya pahitnya melainkan filosofi kopi itu sendiri. Iya kopi, jangan caci maki kopiku, sebab ia lebih setia dari kamu.
Setelah menikmati kopi, tepatnya dekat dengan parkiran bus, Karsa berjalan menuju sebuah meja makan yang sudah disediakan oleh agent bus, ada beberapa macam menu yang disediakan, Karsa hanya memilih sebagian saja, diantaranya ayam goreng, sambal dan sayur asam, tentu saja bersama nasi sebagai makanan inti, yang lainnya hanya pelengkapa saja. Selesai makan sebelum keberangkatan bus kembali Karsa terlebih dahulu melakukan sholat jama’ maghrib dan isya, setelah selesai solat Karsa menikmati udara sekitar, sebelum pada akhirnya kondektur bus meneriaki penumpnang untuk melanjutkan perjalanan.
Pukul 22:30 WIB, bus antar kota melaju cepat kembali memasuki sebuah tol dengan arsitektur yang cukup unik, membelah sebuah lahan sawah perdesaan. Sekitar 2 KM perjalanan bus, hampir semua para penumpang memilih tidur sebagai alternative menunggu, seorang kakek yang duduk disamping pemuda tersebut begitu nyenyaknya menikmati perjalanan pulang menuju kota metropolitan tertua di Indonesia dengan tertidur lelap, yang entah apa dimimpikannya, kalau-kalau ketika dia sampai pada tujuan pulangnya istrinya sudah memiliki suami lagi, karna dalam raut wajahnya begitu terlihat entah marah atau sedih, jelas bukan wajah kebahagiaan.
Karsa tiba-tiba dibelenggu sunyi yang begitu mengkhawatirkan terhadap sesuatu yang jauh disana, ketika semua orang memilih tidur sebagai alternative menunggu sampai ketempat tujuannya masing-masing.
“Kenapa hal ini begitu hebat, wajahmu begitu nyata dalam imajinasi kepala, sedang apa kau disana? Bagaimana kabarmu disana? Sudahkah kau memeluk dirimu sebagai kedamaian hari-harimu?”~lamun Karsa untuk sesuatu yang belum tentu mengkhawatirkannya.
Kadangkala kau perlu mengalihkan apa yang ada dalam benakmu pada kesibukan, entah hanya sekedar melihat jalanan, membaca buku, berusaha memejamkan mata, atau mengingat sesuatu yang kata sebagian orang adalah pencipta kehidupan, tapi entah apa yang menjadi alesan Karsa itu sulit sekali mengalihkan fokusnya kepada hal-hal yang bisa mengalihkan, lagi-lagi ia telah gagal karna tidak bisa pandai dalam memunafikan dirinya sendiri, ia lebih memilih jujur sebagai ekspresi dari bentuk mencintai dirinya sendiri.
“Kau tahu? Aku sudah bercerita begitu banyak hal, bahkan tentang situasi keadaan buruk dalam kehidupan yang aku jalani, mulai dari hal-hal privasi yang seharusnya tidak bisa dibagi dalam bentuk cerita kepada sembarang orang, begitu juga hal-hal kejadian pada masa lalu, hingga kita pernah pada situasi setiap malam berbagi cerita tentang takdir yang seiring berjalan dalam kehidupan. Tapi kenapa? Kenapa kau tak memberi ruang untuk sekali saja memahami, bukan hal memiliki yang aku inginkan, sebab aku faham ada banyak kekurangan yang aku miliki untuk bisa sampai memiliki dirimu, kau malah pergi begitu saja tanpa sedikit ruang penjelasan kepada hal-hal yang cukup aku fahami”~dalam benak Karsa sambil berusaha mengalihkan ingatan kepada kesibukan, meski dia benci.
Hampir satu jam lebih Karsa itu berkelahi dengan dirinya sendiri, hingga akhirnya ia mampu memejamkan mata tanpa ada kesadaran dan pertengkaran pada dirinya sendiri lagi.
Sampainya Di Kota Madiun
Seiring berjalannya waktu, aroma angin malam seakan mengirim pesan untuk berlalu, selamat berpisah sudahi cumbu ini sampai berjumpa dilain waktu~katanya. Waktu menunjukan pukul 4:30 WIB ketika seorang pemuda itu melihat jam dipergelangan tangannya.
Mas, mas, mas bangun sudah sampai diterminal kota madiun~kata salah satu petugas bus.
Oouh baik mas, oiya mas maaf mau tanya? Jawab Karsa sambil mengucek-ngucek matanya.
Apa mas?~tanya petugas bus.
Saya mau ke desa sumberbendo, kalau kita ke terminal caruban masi jauh tidak mas?~tanya Karsa tersebut selepas menurunkan tangan dari matanya.
Oouh, nanti mas naik bus tujuan surabaya, bilang saja sama petugas bus mau keterminal caruban, nanti pasti dikasih tahu mas.~sahut petugas bus.
Baik mas, terimakasih mas~jawab Karsa sambil merapikan barang-barangnya.
Waktu masi menunjukan pukul 4:45 WIB, aroma khas pagi begitu segar menyambut kedatangan para penumpang bus yang hendak turun diterminal kota Madiun sebagaimana terminal pada umumnya yang terisi oleh fasilitas toko-toko makanan, para ojek penghantar tujuan, beraneka ragam pedagang oleh-oleh khas tanah kelahiran berpajang dan berkeliaran disekitar terminal untuk menawarkan kepada para penumpang bus yang turun.
Mbah kopi hitamnya satu ya~permintaan Karsa kepada penjaga warung nasi
Baik mas, tunggu sebentar iya ini nanggung~jawab penjaga warung sambil mengaduk-aduk adonan bakwan
Ciri khas dari Pulau Jawa adalah terkenal dengan keramahan orang-orangnya. Madiun sebuah daerah yang terletak diperbatasan antar Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur, dearah ini memiliki sebuah sejarah yang kelam dalam pergerakan partai Komunis Indonesia, pada sekitar tahun 1948 terjadi sebuah pemberontakan yang mengakibatkan puluhan orang meninggal akibat pembantaian masal oleh kelompok tersebut, mulai dari seorang juragan tanah hingga para priyayi yang memiliki. Pada tanggal 20 September 1948 oprasi militer yang dipimpin oleh kolenel A. H. Nasution dilakukan untuk memulihkan keamanan Negara dari pemberontakan, alhasil seluruh komponen anggota partai tersebut ditangkap dan dieksekusi yang tidak kalah sadisnya. Terlepas dari kejadian pembantaian tersebut dari masing-masing kelompok, peristiwa tersebut selayaknya tidak memiliki sisi kemanusian yang akar persoalannya tidak lain adalah perebutan kekuasaan, sebuah tragedi politik yang selalu saja berakhir dengan kerendahan derajat manusia, saling bunuh membunuh, saling mencai-maki, saling bertengkar demi ambisi kekuasaan dan saling menghianati demi langkah kebersamaan.
Ini dek, kopinya~sahut mbah pemilik warung
Baik mbah. Oiya mbah bus ke Surabaya mulai jam berapa adanya?~tanya Karsa yang sambil melihat jam ditanganya.
Sekitar jam 06:00 Wib dek, emang mau kemana dek?~jawaban si mbah dengan tangan yang berwarna putih akibat adonan bakwan.
Mau ke desa Sumberbendo mbah~sahut Karsa yang baru saja selesai melihat jam tanganya yang menunjukan pukul 5:00 WIB.
Baik dek, tunggu saja nanti juga teriak-teriak petugas busnya~ jawab mbah yang terlihat sedang menaru adonan bakwan ke salah satu wadah penggorengan.
Pagi dan kopi adalah kata kerja yang teramat sunyi, seringkali semangat baru lahir sebagai awal dari perjalanan kehidupan dalam hari. Pada pagi dan kopi, inspirasi, emosi baik tumbuh bersinergi dalam kepala untuk menjalankan hari-hari. Kesegaraan aroma pagi mengingatkan Karsa kepada ingatan yang bekerja baik semalam waktu dalam perjalanan menuju kota madiun.
“Padahal sudah sejauh ini, ingatan akan sesuatu masi saja menghantui, terbalut rasa khawatir yang masi saja begitu hebat, padahal apa yang perlu dikhawatirkan dari sebuah ketidak pastian? Bukankah setiap orang memiliki hak hidup bebas tanpa perlu dikhawatirkan? Kenapa rasa ini begutu hebat, sedangkan kita sudah tidak lagi bisa memberi ruang untuk saling memahami, bahkan ditempat sejauh ini dialog sunyi selalu saja hadir dalam imajinasi.”
Waktu sudah menunjukan pukal 5:45 WIB, Karsa tersebut beranjak pergi dari warung nasi untuk mencari bus tujuan arah Surabaya, berjalan perlahan sambil menikmati suasana pagi di terminal Kota Madiun, keberagaman manusia secara perlahan memenuhi terminal madiun sebagaimana terminal pada umumnya.
Mas ini bus arah Surabaya ya, lewat terminal Caruban?~tanya Karsa yang terlihat sedang kerepotan oleh barang bawaannya.
Iyaa dek, lewat terminal Caruban.~sahut petugas bus tersebut.
Kali ini busnya benar-benar penuh dengan penumpang, hingga Karsa tersebut tidak kedapatan tempat duduknya. Suatu ketika ada seorang ibu-ibu yang pakainnya cukup rapih, terlihat bukan orang asli daerah sekitar, sepertinya orang dari Jakarta. Ia terlihat sedang kebingungan, hal itu ditunjukkan pada raut wajahnya.
Dek, mau kemana? ini bus tujuan Surabayakan iya?~tiba-tiba ia bertanya pada seorang pemuda tersebut.
Mau ke desa Sumberbendo bu. Iya betul ibu ini bus tujuan Surabaya.~sahut Karsa tersebut, yang kebetulan sedang terdesak-desak dengan penumpang lainnya.
Lalu seorang ibu tersebut menolehkan ke arah lain dan terdiam, sepertinya memang benar-benar sedang dalam keadaan kebingungan yang entah apa dalam pikirannya, yang jelas wajah ibu tersebut tidak sebagaimana orang-orang pada umumnya. Bus antar kota kian melaju begitu cepat, sesekali ia berhenti disebuah pinggir jalan raya untuk menjemput penumpang lainnya.
Selama kurang lebih satu jam bus melaju dengan cepat, dan akhirnya tiba juga di terminal Caruban, tidak seperti terminal lainnya, diterminal ini tidak begitu ramai, entah memang orang-orangnya tidak suka berpergian atau memang sedang sepi saja. Entahlah, tiba-tiba saja telphon genggam Karsa tersebut berdering.
Mas sudah sampai dimana?~pesan sebuah WA dalam telpon genggam Karsa dari seseorang yang sudah berjnjian sebelumnya.
Sudah diterminal Caruban mas, baru saja sampai ini!~jawab Karsa tersebut dalm telpon genggamnya.
Nggih mas, saya jemput sekarang.~ balasan dari seseorang yang entah siapa namanya melalui telpon genggamnya.
Sebuah kejadian unik yang membuat Karsa tertawa dalam hatinya terjadi sebelum keberangkatannya ke kota Madiun, suatu ketika saat pemuda itu bertanya-tanya melalui genggam telponnya kepada kepala sekolah SDN Sumberbendo 03 atas nama Basuki untuk mengetahui informasi akses jalan menuju lokasi sekolah tersebut, kurang lebih seperti ini kata pemuda itu:
Assalammualaikum wr wb, sebelumnya mohon maaf saya dari petugas taman bacaan masyarakat yang ingin bertugas disekolah bapak mau bertanya mengenai akses lokasi untuk menuju ke sekolah tersebut, apakah disana sinyalnya memadai? Untuk sampai kesana sebaiknya saya menggunakan kendaraan roda dua atau empat, apakah disana terdapat ojek onlain?~ ingatan seorang pemuda saat mengirim pesan ke bapak basuki selaku kepala sekolah
Cukup lama direspondnya, dari pengiriman pesan seorang pemuda sekitar pukul 12:30 WIB baru mendapat respond sekitar jam 19:30 WIB malam oleh bapak Basuki.
Waalaikummusalam wr wb. Nggih mas, untuk sampai kesini mas bisa menggunakan bus tujuan surabaya nanti turun diterminal Caruban, lanjut lagi naik ojek atau becak jika ada yang mau menghantar mas itu juga.~ jawaban bapak Basuki melalui pesan WAnya yang entah sedang apa dia disana.
Dalam hati Karsa, ini orang bercanda atau kenapa iya.
Serius pak, nanti saya kesana bagaimana dong~tanggapan Karsa tersebut melalui pesan Wanya.
Ternyata sampai diterminal Caruban pak Basuki sudah menyuruh bawahannya untuk menjemput Karsa yang kebetulan sudah berjanjian sekitar jam 07:00 WIB, Karsa tiba diterminal Caruban.
Namanya pak Faisal, dia adalah seorang PNS yang sedang bertugas di SDN 3 Sumberbendo, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun. Dia salah satu guru pelajaran olahraga. Dia bercerita banyak hal pada saat kami menuju kesekolah, mulai dari kondisi finansial seorang PNS yang di dapat dikota Madiun yang terbilang cukup prihatin dengan kondisi jarak yang dia tempuh untuk sampai kesekolah, karna dia tinggal di kota Madiun sedangkan sekolah tersebut berada di kabupaten Madiun sekitar 20 KM jarak tempuh yang setiap hari di lalui. Banyak hal yang dia keluhkan sebab semakin hari kehidupan tetap berjalan dan rupiah semakin lemah dalm soal alat tukar.
Ini mas, setiap hari harus jalan sini?~tanya Karsa tersebut sambil menatap pemandangan alam sekitar.
Ia mas setiap hari, aku kan tinggal dipusat kota.~jawab pak Faisal sambil menatap jalan dengan penuh hati-hati, kalau saja salah bisa terperosok jurang.
Biasanya ya mas, pada saat aku tugas disekolah untuk kegiatan seperti ini, setiap sekolah tersedia rumah dinas, emang disana tidak ada mas?~tanya Karsa yang masi penasaran dengan kondisi perjalan seperti ini.
Tidak ada mas, SD kita masi belum terlalu rapih masi banyak bangunan yang belum dibangun~sahut pak faisal yang entah apa isi dalam dadanya untuk melalui jalan seperti ini.
Oouh gitu mas, baik mas. Oiya mas, masi jauh sekolahnya?~tanya Karsa untuk membuka pembicaraan baru.
Nggih mas, masi jauh mas ini kita baru masuk perkampungan belum naik bukit.~Jawab mas Faisal sambil terbata-bata.
Baik mas~ sahut Karsa sambil mengambil telphon genggamnya.
Selama perjalanan Karsa tercengang akan keindahan alam sekitar, bagaimana tidak kagum sebuah bukit dengan warna hijau pohonnya, harum hutan yang menghantar pada kerinduan perjalanan, bau tanah yang mengingatkan pada kematian seorang kakeknya 15 tahun lalu saat dia kecil, pun seekor kakalawar yang dia lihat seperti beberapa bulan lalu saat dia berjalan di bawah kegelapan malam. Alam nampak pada sebuah keunikannya, langit yang tak pernah padam pada warna birunya, berapa hewan merasa bebas berekspresi. Begitulah sebuah peristiwa dalam perjalanan saat itu.
Kurang lebih dua jam perjalanan menuju lokasi dengan kondisi yang agak melelahkan, jalanan yang penuh lumpur akibat bencana alam longsor, jalanan yang penuh dengan lubang, air yang mengalir dari sungai, batu-batuan yang menjadi pemandangan disekitar jalanan, Karsa dan pak Faisal akhirnya sampai di lokasi SD 3 Sumberbendo, Kecamatan Saradan, Kabupaten Madiun, Provinsi Jawa Barat dan seorang sudah menunggu sejak pagi tadi dia adalah Bapak Basuki selaku kepala sekolah SD 3 Sumberbendo untuk menyambut kedatangan pemuda itu.
Selamat pagi mas, bagaimana perjalanannya?~tanya pak basuki kepada Karsa dengan senyum yang mencurigakan.
Wahh, seruu pak, luar biasa penuh dengan perjuangan dan konsentrasi.~sahut Karsa dengan dua tas ranselnya.
Begitulah pak keadaannya, saya memang sengaja menyuruh pak Faisal untuk lewat jalan itu, biar mas tahu perjuangan guru-guru kami.~kata pak Basuki sambil tertawa karna melihat pemuda tersebut dengan wajah herannya.
“Aku membayangkan jika suatu hari hujan, sekumpulan anak-anak sedang berdiam diri dan khawatir karna gurunya belum juga datang. Di kejahuan, seorang sedang berteduh dibawah pohon jati memakai jas hujan dan memilih untuk tidak melanjutkan perjalanan, karna takut kalau-kalau terjadi longsor saat dia sedang hati-hati memilih-milih jalan yang dia lalui, lalu pelajaran pagi ini ditiadakan dan akan diganti dilain hari, itupun jika seorang guru masi mengingat apa yang ingin dia sampaikan. Sedangkan disebuah kota, seorang guru berjalan dengan tenang, hanya ketika dia memiliki masalah, tak lain adalah kemacataan jalan. Yahh jika mengajar hanya diukur dengan kebaikan dan amalan surga, seharusnya kita sudah merendah diri bahwa guru-guru diperdesaan adalah penghuni surga sejati.”~ suara batin Karsa tersebut saat dia merasa heran karna sebagian guru-guru disini berasal dari pusat kota Madiun dan mereka tidak akan menolak untuk ditempatkan disini, yah mereka adalah PNS (Pegawai Negri Sipil).
Pagi itu cuaca sedang mendung persis seperti pada saat Karsa menaiki bus antar kota di jalan Rawa Panjang Bekasi, keadaan begitu dingin tapi tidak dengan cerita bapak Basuki tentang kondisi sekolah, pengalaman hidupnya yang akhirnya memilih untuk tinggal di desa Sumberbendo setelah mengarungi pengalamannya di tanah rantau Jakarta, ceritanya begitu hangat seahangat kopi dan pagi saat itu.
Mas asli dari mana?~tanya bapak Basuki kepada pemuda yang kebetulan sedang menikmati kopi itu.
Dari Bekasi pak.~ dengan senyum Karsa menjawab setelah menaru cangkir kopinya di meja tamu.
Oouh iya asli dari sana mas, saya juga pernah kesana mas kedaerah Cikarang tahu mas? Saya cukup lama disana sekitar 5 tahun.~sahut pak Basuki sambil tersenyum-senyum yang entah apa diingat, mungkin kenangan Indah masa lalunya.
Iya asli bekasi pak, kalau kata orang, saya Bekasi tulen. Oiya, tahu pak itu kawasan Industri dan rumah kakek saya dekat sana.~jawab seorang pemuda tersebut dengan senyum dan tawa saat melihat rahut wajah pak Basuki yang terlihat bahagia.
Ada banyak kisah yang terlahir di pagi itu, secangkir kopi yang hangat menjadi pelukan dinginnya suasana, cuaca tidak lain masih dibalut rintik-rintik hujan yang rinai dan menghantarkan pada ingatan-ingatan. Kurang lebih satu jam pembicaraan, sebuah pembuka untuk menghantarkan pada keakraban, kami sama-sama beranjak menuju sebuah perpustakaan yang nantinya akan direnovasi menjadi sebuah Taman Bacaan, revolusi dari perpustakaan untuk mengatasi minimnya angka minat baca di Indonesia.
Setelah Pekerjaan Usai
Keesokan hari, cuaca masih sama, awan yang kelabu dan hujan yang rinai masi menemani jalannya hari, kami berpisah setelah satu harian membuat Taman Bacaan di pojok ruang kelas dengan mengganti berapa lemari yang sudah tidak layak pakai, menambah jumlah angka buku yang diharapkan menjadi daya tarik tersendiri untuk meningkatkan jumlah angka baca di Indonesia, serta beberapa karpet yang sudah tidak layak kami ganti dengan sesuatu yang baru, menambah berapa hiasaan untuk sebagai pelengkap kenyamanan. Tidak ada perayaan yang sepesial dalam perpisahan kami, selain sebuah cerita demi cerita, pengalaman yang melahirkan semangat untuk kehidupan.
Saat pagi tiba, seorang lelaki paruh baya membangunkan tidur seorang anak muda yang terlihat cukup kelelahan setelah seharian mengontrol penataan berapa barang yang disusun rapih sebagai estetik dari sebuah Taman Bacaan.
Nak, bangun sudah jam 5:00 Wib~Suara terbata bata terdengar begitu nyaring yang entah sudah berapa kali dikatakan untuk membangunkan seorang pemuda itu.
Bus disini untuk ke kota cuma memilih waktu pagi untuk keberangkatan, ayo nak bangun.~ untuk kedua kalinya seorang lelaki paru baya berusaha membangunkannya.
Baik pak sebentar~ terdengar suara yang sepertinya tidak begitu semangat untuk pindah dari kasur tidurnya.
Pukul 5:30 Wib suara sepeda motor sudah terdengar dihalaman rumah untuk siap dikendarai menuju dataran rendah sebuah desa Sumberbendo, seorang lelaki paruh bayah masuk kedalam rumah untuk memanggilkan pemuda yang baru saja siap-siap berdandan untuk menuju terminal, tiba-tiba suara dering telphon genggam terdengar dari balik saku celana seorang pemuda.
Baik mbak, mungkin siang ini saya langsung ke kantor mbak, untuk meminta tanda tangan sekalian saya menuju terminal untuk mencari tiket bus keberangkatan bekasi~sahut pemuda ketika dia tahu ada suara di balik genggam telponnya.
Nggih mas, saya tunggu, nanti bilang saja sama satpam untuk ketemu supervisior.~sahut suara dari balik telphon genggam.
Butuh waktu dua jam untuk bisa sampai ke sebuah perusahaan kereta terbesar di Madiun atau jangan-jangan terbesar juga di Indonesia. Sebuah pemandangan indah begitu menakjubkan dalam perjalanan meninggalkan sebuah desa yang terplosok di perbukitaan antara sebuah gunung dan lautan. Desa Sumberbendo namanya, yang notabane masyarakatnya sebagai petani, baik itu perkebunan maupun persawahan.
Hingga sejauh ini, kau hadir dalam bentuk pikiran dan perasaan, memiliki senyum yang begitu indah, menghadirkan sebuah kenyamanan tentang dunia yang bigitu kejam dalam keresahan antar masa depan dan masa lampau. Kau mungkin tak bisa mengerti betapa hati ini selalu menyekik hari dengan perasaan yang juga belum mati.
Nak, nanti bapak cuma antar sampai pangkalan bus saja iya~ suara yang bersamaan dengan angin tiba-tiba menyadarkan kembali pemuda dalam realita bayang-bayang.
Baik pak, nanti untuk menuju ke PT INKA, saya harus naik apa pak?~ sahut pemuda yang tersadar dia masi belum bisa berdamai dengan perasaannya sendiri.
Mas bisa naik Bus, tapi biasanya kalau sudah kesiangan gini, bus agak sulit. Mas si dibanguninnya susah tadi pagi.~sahut bapak paruh baya yang lagi-lagi suaranya datang bersama angin.
Kurang lebih satu jam perjalanan, akhirnya pemuda itu sampai di sebuah halte dengan pemandangan lalu lalang kendaraan umum dengan segala kesibukannya menghantar penumpang sesuai tujuan yang sudah ada dalam keinginan sejak pagi membangunkan tidurnya.
Benar kata pak tua itu, bus tujuan kota Madiun hingga satu jam menunggu belum juga lewat, bahkan pada saat yang sama sebuah mobil besar dengan barang angkutannya mogok di tengah jalan, hingga pemuda dan bapak tua itu turun tangan untuk menolong dan mondorongnya.
Mas naik ojek aja, nanti mas bilang mau ke PT INKA~Demi memecah kebisuan yang mungkin menghadirkan rasa kebosanaan, pak tua itu membuka sebuah obrolan.
Iya ini pak, saya juga harus pulang sekarang, karna hari senin saya sudah kembali mengajar.~Jawab seorang pemuda yang barangkali memiliki rasa yang sama oleh pak tua.
Baik mas biar saya carikan ojeknya~sahut pak tua sambil melihat kiri kanan berharap ada ojek yang bersedia untuk bisa menghantarkan pemuda itu.
Hanya butuh waktu sepuluh menit, seseorang dengan pakain berkendara lengkap menghampiri pemuda itu yang sedang memainkan gawainya untuk menghibur diri dari rasa kebosanannya.
Ayo mas, mau ke PT INKA kan, kebetulan saya sekalian mau ke arah sana juga.~ sahut seorang yang kebetulan sudah berada dihadapan pemuda itu.
Iya mas, baik mas.~sahut pemuda itu dengan senyuman selepas kebosanan yang dia rasakan hilang.
Madiun yang harum semerbak bunga mawar dalam sejarah gerakan terlarang kini bernuansa kota ramai dan jauh dari kesepian semua orangnya ramah, senyumnya menawarkan pembaharuan dalam perasaan, barangkali Madiun ingin memulai hidup baru dalam perdamaian dan tak ingin mengingat masa lalu kelam yang menghantarkan Madiun pada luka yang tercatat dalam sejarah.
Sejauh ini, ingatan adalah hal yang tidak mungkin dilupakan, memaksa melupakan sama halnya dengan menanam benih benci terhadap diri sendiri. Kau terlalu indah dalam hidup, melupakanmu adalah kesalah terbesar aku dalam hidup. Raut wajah yang tampak kebingungan terlihat begitu mencemaskan saat siapa saja yang memandang wajah pemuda dalam tumpangan motor bapak tua menuju PT. INKA itu.
Sudah sampai mas~kata seorang bapak ojek yang menghantar pemuda itu.
Oouh, baik pak. berapa pak?~sahut pemuda yang tersadar bahwa dirinya sedang melamun dan memiliki rasa cemas dalam hatinya yang tidak bisa di lawan.
Seikhlasnya saja mas~sahut bapak ojek itu sambil menunjukkan giginya
Ini pak, terimakasih pak~ jawab seorang pemuda itu dengan senyum dan tatapan matanya kepada bapak ojek itu sambil memberi selembar uang berwarna biru yang ia ambil dari saku celananya.
Sebuah gedung yang luasnya sekitar 1000 hektar dan dilengkapi dengan teknologi masa kini dalam sensor penerimaan tamu, seorang pemuda itu tercengang dibuatnya saat dia hendak melewati batas pintu pertamanya, dan tiba-tiba seorang berseragam lengkap dengan senjata api dipinggangnya menghampiri pemuda itu.
Mau kemana mas, ada yang saya bisa bantu~dengan suara yang lemah lembut dan wajah yang berwibawa seorang berseragam lengkap itu bertanya pada pemuda yang masi tercengang dengan luasnya bangunan yang dia kunjungi.
Baik pak, iya saya mau ketemu mbak putri staff manager~ jawab seorang pemuda itu dengan senyum dibibirnya untuk tetap terlihat eksis dan tidak norak.
Oouh baik mas, ikut saya untuk mendaftar sebagai pengunjung~sahut seorang yang penuh wibawa itu.
Sebuah bangunan kecil yang terletak dipojok gerbang pintu masuk utama dan ada beberapa orang yang sedang membicarakan banyak hal, yang entah apa dibicarakannya, mungkin perihal nasib mereka masing-masing menjadi sebuah pemandangan dalam bangunan kecil yang terletak dipojok ini.
Mau ketemu mbak putri ya mas, silahkan keluarkan tanda pengenalnya bisa ktp atau sim untuk menjadi jaminan penerimaan tamu~seorang yang berkulit kuning langsat dengan senyum dibibirnya dan sudah menunggu 2 menit setelah dikabari ada tamu oleh seorang yang penuh wibawa menyambut pemuda itu tanpa basa-basi.
Iyaa mbak, baik mbak~sahut seorang pemuda itu sambil merogoh kantong untuk mengambil dompetnya.
Setalah meninggalkan tanda pengenal seorang pemuda itu diberi sebuah kartu yang tertulis dalam bahasa asing dan memiliki arti sebagai pengunjung, pemuda itu berjalan untuk masuk kesebuah gedung yang berjarak sekitar 200 meter dari pintu utama. Sambil melihat kanan-kiri pemuda itu terlihat sangat menikmati perjalanan menuju pintu masuk gedung perkantoraan yang dihuni para pegawai atau beberapa orang yang memiliki kepentingan dihari itu. Pemandangan orang-orang berlalu lalang dan beberapa orang ada yang memilih untuk mengobrol di pojok-pojok jalan, entah sedang tidak ada pekerjaan atau sedang istirahat menjadi ekosistem dihalaman-halaman gedung yang luasnya cukup menampung ribuan bahkan jutaan orang. Sesampai di pintu utama gedung itu pemuda tersebut memasuki dan langsung mengunjungi resepsionis untuk melapor kembali.
Selamat datang di PT INKA, ada yang bisa kami bantu~kata seorang perempuan yang memiliki hidung mancung.
Iya mbak, saya dari PT Balai Pustaka ingin bertemu mbak putri selaku staff maneger untuk meminta tanda tangan beberapa surat yang perlu ditanda tangani sebagai bukti bahwa Taman Bacaan sudah terlaksana sampai dan di tata dengan rapi.~Kata seorang pemuda itu dengan senyumnya yang tidak pernah terlepas saat bertemu dengan orang.
Baik mas, silahkan isi surat ini terlebih dahulu, surat tanda terima tamu, nanti baru saya hubungi mbak putrinya~sahut seorang perempuaan dengan hidung mancungnya dan tak mau kalah senyumnya ditunjukkan dengan manisnya.
Berapa pertanyaan yang tertulis dalam surat penerimaan tamu itu dijawab dengan jujur dan tulus oleh pemuda yang tampaknya sudah begitu ceria dan semangat, karna segala urusannya beberapa saat lagi telah selesai dengan baik dan dapat dipertanggung jawabkan. Setelah pemuda itu selesai menjawab pertanyaan yang tertera dalam surat itu, seorang perempuaan dengan hidung mancungnya menelpon mbak putri untuk mengabarkan bahwa ada yang ingin bertemu dengannya. Dan beberapa menit kemudian mbak putri datang dengan baju batik coklatnya dan berkerudung coklat yang terlihat masi sangat muda sekitar usia 26 sampai 27, kesan pertemuan itu sorang pemuda menyambutnya dengan senyum serta sapa sebagai tanda untuk memulai pembicaraan.
Ini mbak, surat yang perlu ditanda tangani dan berapa dokumentasi proses pelaksanaan tata ruang taman bacaan.~ kata seorang pemuda itu dengan senyum dan suasana cerianya.
Baik mas, berarti sudah selesai semua ya, maaf iyaa saya tidak bisa mengunjungi secara langsung, karna dikantor sedang banyak pekerjaan, untuk peresmiannya mungkin akan kami laksanakan nanti sebagaimana perintah dari atasan sekaligus kami memberikan bantuan berupa gedung.~jawab mbak putri sambil melihat surat dan dokumentasi yang diberikan oleh pemuda tersebut.
Baik mbak, tidak apa-apa, soalnya biasanya penanda tangan surat dilakukan saat peresmian. Karna kami juga terikat sama waktu, disini cuma hanya sampai tiga hari jadi kami tidak bisa menunggu waktu peresmiannya.~kata seorang pemuda yang terlihat begitu semangat karna berapa menit lagi pekerjaannya telah usai.
Nggih mas, ini mas suratnya~ sahut mbak putri sambil memberikan surat yang telah selesai ditanda tangani olehnya.
Selepas Segala Urusan Selesai...
Waktu itu, hari jum’at, rutinitas kota Madiun cukup ramai, saat seorang pemuda itu keluar dari sebuah gerbang utama PT INKA. Dia terlihat seperti sedang kebingungan, entah apa yang dia pikirkan. Dia menyebrangi jalan raya dan memilih untuk memasuki sebuah minimarket yang persis keberadaannya berhadapan dengan sebuah PT INKA tersebut, barangkali dia ingin membeli minuman setelah dia sadar waktu berkunjung kedalam gedung PT itu dia tidak mendapat minuman. Berapa menit kemudian seorang pemuda itu keluar dari minimarket membawa sebuah botol minuman dan memilih untuk duduk sebentar di sebuah kursi milik minimarket yang disediakan persis didapannya. Sambil menikmati keramaian kota Madiun, dia mengambil gawai dari saku celananya untuk melihat jadwal kendaraan umum di hari itu untuk tujuan kota asalnya. Setelah beberapa aplikasi yang dia buka, hari itu semua tiket kendaraan umum telah habis total untuk tujuan kotanya, dia berusaha tenang untuk tidak panik, untuk tidak cemas, dan untuk tidak takut, sebab itulah dia yang selalu menikmati perjalanan sebagai kehidupan, dalam hatinya dia bergumam, katanya seperti ini;
“Berliburlah sejauh yang kau mau, tapi usahakanlah untuk tidak menghamburkan uang, merusak alam, bahkan meninggalkan jejak sampah. Di jalan kau akan merasakan seluruh Orgasme, Orgasme Intelektual, Orgasme spritual, Orgasme sosial, bila kau mau. Bawa buku, bawa alat yang mengingatkan kau pada-Nya, dan terakhir senyum mu sapaan terbaik untuk perjalanan, agar dunia sosial tak hanya mengetahui kau sedang berlibur, tetapi mengenal mu untuk mengajak mu kepada cerita yang kelak kau jadikan motivasi dalam hidup mu. Bahwa pedesaan kerap kali melahirkan kesedihan, tapi juga kebangkitan. Sapa mereka dan lalu menatap langit, seraya berkata: My Allah Bless You”.
Dia tersenyum, sambil mengingat tentang kehidupan yang dia lalui, sudah sejauh ini perjalanan, katanya. Langit Madiun masi seperti saat dia berangkat menuju kota Madiun, mendung dan hujan rintik-rintik. Berapa orang memilih untuk menikmatinya sambil berjalan dibawah hujan itu, dan berapa orang lagi memilih untuk meneduh di bawah bangunan-bangunan di pinggir jalan. Hujan selalu hadir dengan romantikanya, hujan memiliki arti mendalam bagi keikhlasan, yah begitulah hujan. Dalam lamunannya dan pencarian slot tiket kendaraan umum yang hendak ingin tumpangi, akhirnya pemuda itu memilih kendaraan umum untuk menuju kota istimewa Yogyakarta, dia pikir hanya itu alternativenya dan sudah lama juga dia tidak berkunjung ke Yogyakarta yang katanya sebuah kota puitis diciptakan Tuhan untuk selalu di rindukan.
Yogyakarta, Kota Puitis Penyembuh Luka
Kota istimewa, itulah sebutan banyak orang tentang Yogyakarta. Jika kata kota, Bumi Pasudan diciptakan pada saat Tuhan sedang tersenyum, dan Yogyakarta pun diciptakan pada saat Tuhan sedang menulis surat Cinta-Nya dan selalu dirindukan orang-orang yang pernah singgah ditanahnya. Pantas saja Sujiwo Tedjo dengan arogansinya mengatakan, “Bertamasya berkeliling Yogyakarta adalah caraku menertawakan kesibukan orang orang Jakarta” tukasnya dalam sebuah canda yang dia pernah lontarkan dalam kegabutaanya di dunia Twitter.
Waktu menunjukan pukul 18:00 Wib, pada saat seorang pemuda itu dalam tumpangan Bus antarkota tiba di terminal Gayangan Yogyakarta, sekitar 6 jam perjalanan yang telah dia nikmati bersama kebisingan dan keasingan dalam bus itu. Yogyakyakarta saat dia hendak sampai, telah diguyur hujan dari sejak sore hari yang membuat aroma puitisnya semakin mengingat dia pada masa lalunya. Kota yang mengembalikan dia pada ingatannya, dimana dia pernah bermalam disebuah alun-alun sambil menikmati secangkir kopi yang dikenal dengan “Kopi Joss”, di Yogyakarta dia pernah menangis saat hendak dia melihat senja terbenam di balik candi Borobudur, di Yogyakarta juga dia pernah tidur di sebuah gedung sekolah dasar dan ditemani seorang penjaga sekolah dengan cerita kesedihannya tentang pernikahannya yang tak lama kemudian ditinggal pergi jauh oleh istrinya, di Yogyakarta dia pernah bercerita dan tertawa bersama seorang yang dianggap sahabatnya disebuah perkampungan dengan kesunyiannya dan berapa cahaya dari lilin untuk penerangnya, di Yogyakarta pula dia pernah menikmati hujan sebelum keberangkatannya ke kota Semarang untuk menemui teman lamanya, di Yogyakarta juga dia pernah berdebat dengan temannya tentang kendaraan apa yang hendak dia tumpangi untuk pulang kekotanya, di Yogyakarta dia juga pernah hendak berusaha keras menyembuhkan hatinya yang patah dari misteri kehidupannya, di Yogyakarta dia sempat pernah meneteskan air matanya ketikata bertemu sorang warga dengan kebaikannya, di Yogyakarta dia pernah melihat sejarah seorang Presiden kedua Indonesia dalam ruang museumnya, di Yogyakarta dia juga pernah terlibat tentang pembahasan sebuah tragedi yang akan terjadi di Indonesia pada tahun 2050 dalam acara Festival Dakwah se-Indonesia mewakili kampus tercintanya, di Yogyakarta dia menemukan arti perantauan ketika dia mengunjungi berapa temannya dan berdiskusi sengit masalah apapun dalam kepalanya, tiba-tiba sebuah suara menyadarkan dari lamunan tentang masa lalunya yang masi banyak dia kenangan dalam kepalanya
Mas, sudah sampai terminal gayangan~Kata seorang kenek Bus yang sepertinya terheran-heran melihat pemuda yang sedang melamun.
Oouh, baik mas, terimakasih mas~jawab seorang pemuda itu yang sambil tersenyum setelah dia tahu, bahwa dirinya terbawa suasana Yogyakarta sambil mengingat tentang banyak kenangannya.
Setelah dia turun dari Bus yang dia tumpangi, dia memilih untuk mencari warung makan, dia sadar bahwa dirinya belum makan dari pagi, hanya meminum secangkir kopi saja saat sarapan. Saat dia menemukan warung makan dia mengambil gawai dari saku celananya dan mencari berapa nomor temannya yang hendak dia coba hubungi. Cuaca yang dingin dan hujan pun masi berlangsung menambah nafsunya dia untuk segera melahap makanan yang dia pesan nasi dan semangkuk sop iga kesukaannya. Tiba-tiba gawainya berdering saat dia masi menunggu makan malanya yang juga belum sampai, meski perutnya sudah begitu melilit karna lapar.
Di kostan, mas bro~Sebuah pesan jawaban singkat, ketika dia bertanya berapa meneti lalu tentang keberdaan temannya.
Gw di Yogyakarta ini~Jawaban seorang pemuda itu yang dia pikir pasti kena marahan kecil oleh temannya, karna seringkali mengabari kedatanganya dengan tiba-tiba.
Akhirnya sebuah makanan yang dia pesan tiba juga, semangkuk sop Iga dan sepiring nasi putih yang diantarkan oleh seorang ibu-ibu dengan senyum manis yang sepertinya dia merasa salah karna membuat pembelinya cukup lama menunggu makanan yang dia pesan, hal itu terlihat dari wajahnya yang sedikit pucat sebagai bentuk ekspresinya. Kadang-kadang komunikasi tidak hanya berbentuk verbal dengan visual, hanya kerap kali hal-hal yang non verbal pun bisa menjadi isyarat seseorang untuk berkomunikasi, seperti menyampaikan pesan dengan gerak tubuhnya, ekspresinya, bahkan kedip matanya pun bisa menjadi sebuah alat komunikasi, dan itulah mengapa Tuhan menyatakan dalam firman-Nya menciprtakan manusia dengan sebaik-baiknya, di balik bahasa isyarat tersebut orang-orang yang memiliki kekurangan dalam hal pendengaran, pembicaraan misalnya bahasa isyarat lah sebagai bentuk untuk berkomunikasi dengan mereka.
Maaf mas, agak lama karna dagingnya habis, tadi dibeli dahulu~kata seorang ibu yang membawakan makanan yang sudah dipesan berapa menit yang lalu oleh seorang pemuda itu.
Baik ibu, tidak apa-apa, terimakasih ibu~jawab seorang pemuda itu sambil menahan laparnya yang entah apa dirasakan oleh hatinya.
Dalam hal apapun terimakasih adalah bentuk bahwa manusia tidak sempurna untuk menyampaikan kepada siapapun ketika mereka memberi, senyum sebagai pelengkap terimakasih. Akhirnya pemuda itu melahap dengan sungguh makanan yang dia pesan, dalam kurang lebih lima menit makanan itu habis entah memang lapar atau cuaca Yogyakarta yang membuat dia butuh kehangatan dan gawainya yang berbunyi sejak berapa menit lalu dia buka dengan senyum khasnya.
Kebiasaan lo mah bro, kalau kemari pasti tiba-tiba, lo lagi di mana itu?~jawaban yang cukup dan sedikit teguran yang entah sudah berapa kali dia sampaikan kepada pemuda itu.
Hehehehe, yahh abis gimana, waktu tidak pernah mengisyaratkan w buat ke Yogyakarta bro. W di terminal gayawangan, bisa jemput tidak bro? Karna w pesan gojek dari tadi belum dapat-dapat juga buat langsung ke lokasi lo.~Senyum khasnya semakin jadi-jadi setelah dia tahu bahwa temannya akan marah dan jengkel terhadap kabarnya secara tiba-tiba, lalu dia mengirimnya sambil tertawa sendiri.
Seorang teman pemuda ini memang acap kali direpotkan oleh kabar-kabar yang datang selalu tiba-tiba, bahkan diwaktu kesibukannya, terkadang pesan kedatangan seorang pemuda itu masuk dalam kontak pesan secara misterius, yang kadang dia juga tidak menyangkanya. Dalam ingatanya pemuda itu sudah kesekian kalinya melancong kota Yogyakarta ini, kadang dia hanya berlibur dan kadang pula dia datang untuk berapa keperluan.
Oke tunggu di situ, jangan kemana-mana sebelum gw datang~jawab pesan seorang temannya yang entah seperti apa rahut wajahnya.
Baik, lo emang paling mengerti gw bro, wkwkwkwk~balasan konyol seorang pemuda itu dari pesan gawainya dan tertawa sendiri karna sudah berapa kali membuat temanya jengkel.
Yogyakarta masi sama, dengan hujan rintiknya, sewaktu pemuda itu menunggu temannya yang hendak ingin menjeputnya di terminal gayangan. Sambil menikmati secangkir kopi dan melihat-lihat akun media sosial dari gawainya, menikmati berapa tulisan tentang seputar kabar hari ini, mulai dari persoalan kecebong kampret yang belum juga padam, tentang Agama yang selalu menjadi isu kemarahan bagi banyak orang, tentang gebrakan baru kurikulum pendidikan, dan tentang berapa bait kata yang dia nikmati sebagai bentuk kecintaannya pada sastra, tiba-tiba dia mengingat tentang sesuatu dan mencekik batinnya, entah apa yang dia rasakan dan pikiran, dia hanya tahu, bahwa dia sedang merindukan seorang, seorang yang jauh keberadaanya, entah sedang apa dia di sana, tapi hujan dan semesta selalu menyaksikan bahwa pemuda itu sedang merindukannya.
Suara notifikasi gawai terdengar begitu keras saat pemuda itu sedang melamun, menyadarkannya dari haluan lamunanya dia mengambil gawainya dari saku celannya, seorang temannya yang sejak tadi dia tunggu sudah tiba di depan terminal, persis dekat pintu masuk, segera seorang pemuda itu berjalan lebih cepat dari biasanya untuk menghampiri temannya yang sudah menunggu di dekat gerbang, hujan menetes berkali-kali dikepalanya, membasahi sebagian baju berwarna hitam yang dia kenakan. Di kejahuan dia melihat temannya beralas jas hujan, lalu dia menghampiri dengan berjalan cepat dua kali lipat agar segera sampai pada temannya. Syahdu sekali, seperti drama India yang seakan ingin sekali pemuda itu bernyanyi kuce kuce ho tahee. Saat dia sampai, temannya tersenyum dan memilih untuk meneriaki pemuda itu agar segera naik ke motor yang dia tumpangi. Tidak butuh waktu lama, jarak antara terminal dengan kostannya tidak terlalu begitu jauh, hanya perlu sekitar sepuluh menit, dua orang itu sampai dikostan.
Waktu telah berlalu begitu cepat perjempaan untuk kesekian kalinya antara dua orang itu menghantarkan kerinduan yang mendalam saat masi berseragam abu-abu, bercerita, berkisah tentang betapa indahnya kehidupaan, melawati masa duka dan tanya, menghampiri jendela melihat sekumpulan kambing dan sang pengembala, kini Yogyakarta telah menyaksikan perjumpaan ke dua sahabat, ditempat jauh katanya, tak ada masa lalu yang menjadi debu, di Yogyakarta pemuda itu pernah mengelilingi tiap-tiap sudut kota berusaha melupa hingga ikhlas menyertai kehidupannya dari dunia cinta yang sempat membakar dada dan Yogyakarta baginya adalah kota puitis penyembuh luka.
Membasuh Duka Di Tugu Yogyakarta
Gugur bulan di tengah malam
Hujan datang membawa kenangan
Bila yang hitam bernama malam
Maka yang tak pernah padam adalah bayang-bayang
Kau pernah bilang, bahwa doa adalah media penghubung dalam ketidak pandaian manusia menafsirkan kehidupan, dan akan di beri jawaban oleh sebuah keajaiban. Dalam metafora puisi, doa selalu ingin di ulang, bahkan menjadi indah saat dinikmati bersama purnama malam. Aku menitipkan namamu saat tugu Yogyakarta masi tetap sama menjadi titik sentral kunjungan bagi setiap turis yang mengunjungi kota itu, entah hanya sekedar menikmati indah tugu itu atau malah hanya ingin menunjukan bahwa mereka pernah berkunjung ke Yogyakarta dan mengabadikannya di setiap gawai yang membutuhkan banyak memori atau kamera yang dapat memanipulasi kehidupan untuk terlihat bahagia.~Pikir Karsa saat dia hendak menikmati keindahan tugu yang menjadi pusat sentral Yogyakarta.
Secangkir kopi malam itu, mempertemukan pemuda itu dengan temannya yang lain, dia adalah seorang mahasiswa semester akhir Universitas Muhamadiyah jurusan Perbankan Syariah yang sedang menyusun tugas akhir. Tugu Yogyakarta menjadi saksi tentang cerita kedua manusia itu, keramaian orang-orang yang sedang menikmati menjadi pelengkap bagi cerita mereka yang tersembunyi, kendaraan roda empat dan roda dua masi saja melintasi meski sudah pukul waktu 00:19 Wib, angin menjelma kata pujangga mengisyaratkan rindu yang juga belum padam di dada pemuda itu, saat mereka hendak mengakhir berbagi cerita, tiba-tiba pemuda itu menulis pesan ucapan ulang tahun untuk seseorang yang entah di mana. Katanya, Selamat Ulang Tahun yang ke dua puluh empat, semoga segala yang diharapkan menjadi kenyataan, berguna bagi diri sendiri khususnya, dan umumnya untuk kedua orang tua, keluarga, lingkungan, serta Agama, Nusa dan Bangsa. My Allah Bless, You. Tertulis jelas di sebuah gawai, dan diabadikan bersama sebuah monument yang menjadi titik sentral kunjungan bagi para pelancong kota itu, Tugu Yogyakarta dan sepucuk surat ucapan selamat ulang tahun yang kelak akan di ingat sebagai sajak Membasuh luka di Tugu Yogyakarta.
Pulang Paling Kelam
Katanya, pulang adalah hal yang paling indah, saat jarak diciptakan sebagai jedah, dari sebuah makna kata pergi.
Sekitar pukul 09:00 Wib, Karsa berangkat menuju stasiun Brobudur untuk menaiki kereta tujuan Purworejo, setelah tiga hari menikmati kota Istimewa Yogyakarta. Hari itu, langit Yogyakarta biru dan bercahaya. Sekumpulan orang sedang asyik belanja kebutuhan pokok disekitar pasar tradisonal yang entah apa namanya. Sepanjang jalan Malioboro masih terlihat sepi, hanya kendaraan roda empat dan dua, yang berlalu lalang melintasi jalan jalan Malioboro, barangkali para pedagang memilih berjualan di waktu sore hari hingga malam yang membuat pagi kelelahan. Yah sepanjang jalan Malioboro memang dikenal sebagai titik pusat belanja oleh-oleh bagi para pelancong yang hendak mengunjungi Yogyakarta, rasanya jika tidak berkunjung ke jalan Malioboro tersebut, serasa belum lengkap menikmati estetika kota Yogyakarta. Karsa tiba di terminal tugu Yogyakarta sekitar 30 menit sebelum keberangkatan Kereta menuju stasiun Purworejo, dengan asyiknya dia menikmati sambil menunggu kereta tiba dia menyempatkan diri mampir di warung sederhana untuk menikmati kopi minuman kesukaannya. Konon Karsa menyukai kopi bukan hanya sekedar penikmat, menurut Karsa kopi adalah minuman yang memiliki sejarah panjang manusia, kopi pada masanya pernah menjadi minuman termahal di dunia yang hanya bisa dinikmati oleh para Raja-raja, saudagar-saudagar dan orang-orang kaya. Kemuliaan kopi terletak pada saat kopi menjadi sebuah minuman penyemangat dalam urusan Ibadah hal ini dilakukan oleh orang-orang yang berusaha mendekatkan diri kepada Tuhannya, didalam sebuah buku Tasawuf orang tersebut dikenal sebagai istilah “Sufi”.
Setelah menikmati kopi diwarung sederhana, di dekat stasiun Karsa beranjak pergi menuju stasiun untuk bersiap-siap diri menaiki kereta yang hendak ingin ditumpanginya. Kurang lebih sepuluh menit Karsa menunggu, kereta tiba dengan romantikanya, terlihat begitu banyak orang-orang yang menumpangi kereta tersebut.
Pulang kali ini terasa begitu berat bagi Karsa, bukan karna tidak rindu pada rumah, tapi karna pikirannya yang entah apa dipikirkan, sebab upaya kerelaan yang masi diperjuangkan tak mereda jua. Dia menerima segala hal yang memang menjadi pilihan bagi seorang yang dia cintai, ketika dia tau bahwa dirinya memiliki sejuta kekurangan yang membuat dia ketakutan begitu hebat, rasa khawatir yang tidak biasanya dia terima, kini dia harus merasakannya, ditambah masa lalunya yang menakutkan atas dirinya untuk menjadi seseorang yang gelap terhadap kehidupan beragamannya, dia tidak ingin lagi menyakiti siapapun, sebab kini dia sadar bahwa rasa sakit membekas begitu luar biasa atas dirinya, ditambah pikirannya bercampur aduk atas segala bebannya yang selama ini dia tanggung sendiri, dunia begitu luar biasa menghukum dia, yang membuat dia terus tetap berjuang untuk tetap hidup, sebab dia percaya Tuhan akan tetap setia pada dirinya, meski sempat beberapa kali dia kecewa. Pulang yang paling kelam dan Karsa memilih untuk tetap berjuang melawan, untuk tetap bertahan dan dia tidak ingin kehilangan harapan terhadap kehidupan.
Tiba-tiba kereta berhenti dan Karsa sadar, bahwa kota yang dia tuju telah siap menyambutnya.
Mengajar Yang Mengasikan
Satu minggu kepulangan Karsa dari kota Madiun, rutinitas Karsa lain telah aktif kembali, yaitu mengajar di sebuah sekolah bernama SASI (Sekolah Alam Bekasi). Mengajar yang mengasikan, satu jargon yang menurut Karsa adalah dunia baru bagi dirinya. Senin yang cerah, senyum indah yang selalu disyukuri sebagai anugrah. Ternyata diam-diam Karsa merindukan teman tumbuhnya dan parthner mengajarnya.
Alisha gadis cantik yang selalu tersenyum pada kehidupan yang senantiasa berusaha untuk terbuka, dia anak yang baik, ramah dan sopan santunnya begitu mengharukan bagi setiap orang, dia selalu berusaha, tegar dan bergerak.
Atha lelaki dengan kecerdasaan otaknya yang selalu terdepan dalam hal pelajaran, bagi dirinya nilai adalah prestasi untuk selalu bercermin pada apa yang saat ini dia usahakan, dia harus perfecsonist. Dan dia anak yang menekuni olahraga memanah, serta kesukaannya adalah bermain sepak bola sebagaimana permainannya bersama teman kelas.
Athaillah lelaki yang super aktif tapi berhati lembut yang tidak bisa diam saat belajar bersama fasilitatornya, yang kadang juga membuat jengkel Karsa atas perilaku dan keatifaannya, hobynya jail sama temannya tapi bertanggung jawab atas apa yang dia lakukan, suatu hari Karsa dan dia pernah bertengkar yang begitu hebat, sampai harus terlibat beberapa fasilator lainnya. Karsa tersenyum.
Dayyan lelaki paling slow dikelas, dewasa, tidak mau mengambil pusing adalah karakter khasnya, bagi dia dunia seperti tempat permainan yang harus selalu bergembira ria, tidak pernah terlihat sedikitpun kesedihan diwajahnya. Anaknya murah senyum dan dirinya memiliki badan yang besar, kesukaan pada binatang kucing adalah hobbynya, Karsa dan dia selalu berbagi cerita mengenai perihal kucingnya, yang dia beri nama “Boby”.
Haji lelaki yang juga begitu aktife, tapi memiliki kecerdasaan yang tersembunyi, femahaman Agamanya bisa dibilang lebih baik hatinya lembut, suatu ketika dia keluar dari kelas dan Karsa mencari keluar kelas, dan meilihat seorang Haji sedang memanjat pohon rambutan, dengan tampang imut dan menggemaskan kadang meluluhkan hati siapapun sambil memberi apa yang ada ditangannya.
Ibnu, lelaki mungil yang bacaan Al-Qur’annya tartil. Suaranya Indah terdengar bagi setiap siapa saja yang ketika mendengarnya saat membaca Al-Qur’an. Semangat belajarnya juga begitu baik, terkadang dalam kedaan kurang fit badannya, dia tetap memilih masuk sekolah.
Kaimulla atau biasa dipanggil dengan nama KAI, anak yang cool penuh wibawa, keras kepala, dan argumentatif kepada hal-hal yang dia belum fahami hanya sekedar mengetahui. Kadang kala Karsa juga sering berdebat kepadanya terkait persoalan apapun yang menurut dia tidak ada dalam femahamannya, Karsa pun sama dengan keras kepalanya hingga suatu saat seorang pathner mengajarnya menjadi penengah dengan bahasa pemahamannya.
Khanza atau biasa dipanggil Acha, wanita luar biasa sebagai anak pertama, dewasa, pendiam, penurut, rajin dan pemalu. Kebaikan hatinya membuat siapapun yang mengenalnya akan jatuh hato padanya, termasuk Karsa. Dia juga seorang anak yang tidak ingin terlibat dalam pertengkarang, yang dia tahu hidup ini adalah kebaikan-kebaikan yang kelak akan tumbuh sebagai pengalaman, meski dia sendiri memiliki ketakutan yang terlihat dari wajahnya. Pada suatu ketika Karsa pernah diberi sebuah gambar yang begitu estetik olehnya, sebuah gambar gunung bernuansa senja dan tentang burung-burung yang sedang beranjak pulang. Kini gambar itu telah terpasang rapih di dinding kamar Karsa.
Maheswari atau biasa di panggil Mahes, anak yang satu ini sangat luar biasa ceriwisnya, jika sudah berbicara atau bercerita lupa pada titik dan koma, durasinya juga tidak cukup 3 menit, pokoknya cukup untuk buat satu konten video uploud Youtube, hehehe. Tapi dia anaknya cerdas dan mandiri, di kelas dia termasuk anak yang bahkan paling cerdas, dan Karsa jika bersama dia sudah harus siap menjadi pendengar yang baik.
Mentari, atau yang biasa dipanggil dengan nama Tari. Anak yang satu ini, gadis aktif yang selalu bermain di sebuah tangga. Hobbynya adalah menggambar, meski orang tuanya berharap lain untuk bisa seperti kakanya. Suatu hari, saat Karsa sedang melamun, tiba-tiba dia menghampiri Karsa dengan membawa selembar kertas hasil dari sebuah gambarnya, dalam estetikannya gambar tersebut menceritakan tentang dua hutan yang bersebrangan, satu hutan yang terbakar dan dua hutan yang terjaga, serta matahari dengan dua wajah yang berbeda satu sedang bersedih dan satu lagi tersenyum, buah ekspresi dari gambaran hutan. Dan kini gambarnya terpajang di dinding-dinding Karsa.
Dzikru atau yang biasa dipanggil Ikram. Anak yang satu ini memiliki pemikiran yang realistis dan kritis, keperibadiannya dewasa, hobbynya bermain bola dan cita-citanya ingin melanjutkan seperti kakanya yaitu mondok di pesantren Gontor Darusalam. Karsa dan dia seringkali berdebat mengenai perihal-perihal sederhana, dan selalu panjang perdebatannya, dia bisa dibilang anak yang mengagumkan, sebab Karsa belajar pada dia beberapa arti kehidupan. Dan bicara dia, dia baru sunat dibulan desember tahun 2020, saat Karsa sudah tidak lagi mengajar disebuah sekolahnya, pesan yang dia kirim melalui telphon pintar dalam aplikasi whatshaap dan dia percaya doa adalah ritual komunikasi jiwa.
Izmir atau yang biasa dipanggil Imir, anak yang satu ini pendiam, tapi memiliki keaktifan dalam bidang kreatifitas, bicaranya sedikit, dan suka tiba-tiba menghampiri Karsa untuk berbicara apa yang ingin dibicarakan olehnya. Perihal teknologi anak yang satu ini, tidak bisa dilihat sebelah mata, sebab Karsa pun sebagai teman tumbuhnya terkadang tidak memahami saat dia bermain komputer, cita-cita anak ini ingin menjadi Hacker dan pada saat membaca Al-Qur’an anak ini bisa dikatakan lebih baik dari temannya, tartil dan teliti.
Yahya, sebutan nama seorang anak yang ditunjuk kepada temannya untuk menjadi pemimpin kelas atau dikenal sebagai Presiden kelas, dia anak seorang yang soleh dan memiliki sifat empati yang tinggi atas dasar kelembutan hatinya, anak ini termasuk anak yang begitu ta’zim terhadap lingkungan sekolah, baik padaq teman tumbuh lainnya dengan tidak mengusiknya, baik terhadap fasilitator-fasilitator kelas sekolah alam bekasi. Suatu hari Karsa pernah memberikan dia sebuah buku berjudul “Sokola Rimba” karya Butet Marunung, yang dia dapat dari hasil sebuah kuis mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, dan Karsa ketika melihat sebuah foto yang dikirim oleh bundanya, tersenyum bahagia dan berharap buku itu dapat dibaca dan dipelajari dengan baik.
Munir, sebutan anak yang memiliki hobby sepak bola, anak yang satu ini dalam aktivitas kesehariannya suka bermain game, tulisan tangannya bisa dikatakan terlihat baik jika diukur dengan teman tumbuh lainnya, anak ini terkadang suka jail sama Karsa dan paling bisa ketika diprintah mengelak dengan ciri khas senyumnya yang terkadang membuat hati Karsa rapuh, dalam hal baiknnya anak ini asyik ketika diajak berbicara mengenai pergunungan, dan dia katanya pernah mendaki sebuah gunung yang berada di Pulau Jawa Barat yang terletak di Garut dengan sebutan nama “Gunung Papandayan”.
Vatza, sebutan anak yang memiliki tingkah laku begitu aktive dan berhati lembut. Dalam sekala apapun anak ini memiliki mood yang naik turun, keasikan anak ini adalah saat kelembutan hatinya yang mengagumkan dan begitu tulus dalam memberi. Setiap pagi anak ini hobbynya duduk dalam pangkuan Karsa dengan sifat manjanya, sekakan Karsa adalah orang tuanya. Anak ini bisa juga dibilang misterius dan suka memberi kejutaan yang tidak pernah terpikirkan oleh Karsa, baik dalm berbuat maupun dalam pengetahuan seputar agama dan ilmu-ilmu umum, dalam hal teknologi anak ini bisa dikatakan baik, terutama saat dia bersama teman tumbuh Izmir dalam mengoprasikan laptop maupun komputer, kelak suatu ketika Karsa mendengar harapan kedua orang tuannya, dia harus tumbuh lebih baik dan mondok disebuah Pesantren ternama. Sampai detik ini, Karsa selalu dikejutkan dengan hal, tiba-tiba, terkadang dia menelpon Karsa dan mengirim pesan Whatshap untuk menanyakan kabar, Karsa selalu dibuat tersenyum.
Lala, begitu lah teman-teman tumbuh memanggilnya, anak yang satu ini terlahir dari lingkungan pedagang, keluarganya pembisnis makanan kue. Anaknya santai, kalem dan tenang. Hobby yang disukai adalah bersahabat dengan teman-teman lainnya, secara akademisi anak yang satu ini bisa dibilang cerdas dan baik. Karsa dan dia selalu bercanda dengan pemanggilan namanya, yang selalu Karsa panggil secara tempu pelan tapi berjeda, seperti ini jika tertulis La, La dengan ciri khas intonasi ala Karsa, tapi terkadang anak itu risih terhadap Karsa, selalu dia bilang “Apa si pak”. Karsa selalu tersenyum saat dia risih.
Razita, anak yang memiliki hafalan 4 Juz, Juz 30, Juz 1, 2 dan 3. Anak yang satu ini, selalu berbicara banyak hal kepada Karsa, saat dia dijaili, saat dia disukai dan lain sebagainya, anak ini selalu mendapat gangguan dari teman-temannya, sampai-sampai pernah ada anak kelas satu kelas mengirim surat dan anak kelas bawah juga. Tapi, anak ini selalu tersenyum dan tidak pernah mengeluh apapun, prinsip dia tidak mau diambil pusing. Anak ini mengikuti beberapa kegiatan tambahan dikelas, sinjuku, degsian grapis, bahkan pancak silat pernah dia ikuti. Suatu ketika Karsa sedang berjalan didekat sebuah tangga, dia menghampiri Karsa dan membawa sebuah kertas dari karya gambar dia, gambar itu menceritakan tentang seorang wanita yang sedang sendiri, menikmati kesepian di bawah sebuah pohon dengan altar langit jingga bertaut cahaya matahari, wanita yang puitis dan eksotis.
Tio atau Setio, anak yang satu ini kerap kali menjadi bahan bully bagi teman-temannya. terkadang ada saja perilakunya yang membuat orang lain jengkel atas dirinya. Akan tetapi anak ini memiliki jiwa yang tulus, tidak pernah menangis dan selalu tersenyum, dia hanya butuh teman, mungkin takut akan sebuah kesepian. Hingga suatu hari Karsa sebal sama dia sebab ada suatu perilaku yang kurang baik. Dan dia tetap berusaha untuk selalu menjadi dirinya sendiri, terkadang Karsa berpikir bahwa dirinya adalah cermin atas dirinya sendiri.
Kenza, anak ini, anak yang paling membuat Karsa terkagum-kagum atas kepolosannya, ketulusannya dalam menjalankan hidup sebagaimana anak-anak pada umumnya, suka menggemaskan atas nada bicaranya. Teman-temannya memanggil anak ini dengan sebutan “Dede Kenzaa”, adik dari kaka Naswa yang berada di kelas 6 pada saat Karsa masi mengajar.
Saat pagi masi berkabut, langit cerah yang belum juga datang, Karsa tiba disekolah dengan semangat kerinduan pada teman-teman tumbuhnya. Kelas itu bernama SD 5 Kuningan dengan arsitektur saung moderen yang tersusun dua tingkat. Kelas itu berada di bagian atas. Karsa selalu tersenyum saat tiba dikelas itu, meski Karsa sadar pikirannya tidak sepenuhnya berada dikelas itu, yang entah berada dimana, yang jelas pikiran Karsa penuh dengan tanya, tentang hati yang selalu berharap, tentang khawatir yang selalu ada, tentang ketakutan yang selalu datang, tentang bayang-bayang yang belum juga padam., Karsa selalu dihantui dengan banyak pertanyaan-pertanyaan di isi kepalanya yang ingin selalu dia pertanyakaan pada seseorang. Rindu baju yang selalu dikenakan Karsa. Karsa seakan kesepian, sebab dirinya menanggung perasaan pada seseorang yang entah apa tafsirnya, berjuta kata telah habis dia ukir, tapi perasaan itu sekan kutukan takdir.
Sekolah Itu Bernama SASI
Salah satu media dalam bersyukur untuk sesuatu ciptaan bernama manusia adalah oase pendidikan. Oase pendidikan bisa berupa apapun mulai dari buku, lembaga, aktivitas maupun alam. Kenapa harus berpendidikan? Sebab manusia adalah suatu bentuk ciptaan Tuhan yang sempurna sebagaimana di terangkan dalam firmannya suroh At-Tin ayat 4: "Sesungguhnya telah kami ciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baiknya" kata baik bisa berupa apapun dalam oridor hal positive, kebaikan juga bisa berarti sempurna. Untuk mencapai kesempurnaan tersebut, kadangkala kita membutuhkan suatu tempat, guru, atau buku untuk mencari tahu tentang hal yang kita tidak tahu, kembali pada firmannya suroh Al-A'laq "Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu". Pada umumnya manusia bisa cerdas di akibatkan dirinya sendiri, tapi manusia memiliki sebuah sifat yang kadangkala sulit dikendalikan yaitu: Emosional negative, seperti sifat malas misalnya, untuk itu sekolah menjadi alternative manusia untuk mencerdaskan dirinya, baik cerdas emosional, spiritual, dan intelektual.
Dalam hal ini Karsa ingin menulis sedikit tentang sekolah alam: sekolah alam merupakan sebuah oase pendidikan yang memiliki usia masi terlihat muda, awal mula konsep pendidikan tersebut lahir pada tahun 1998 yang didirikan oleh seorang bernama lendo novo berdasar keperhatiannya akan biaya yang semakin tak terjangkau oleh masyarakat. Ide tersebut berlatar belakang konsep pendidikan yang berkualitas tinggi, tapi harga terjangkau. Lendo sendiri terinspirasi dari sebuah pemikiran ayahnya tentang sebuah integrasi Ilmiah Ilahiah. Menurut ayahnya Integrasi Ilmiah Ilahiah adalah Di mana ilmu agama harus saling berhubung dengan ilmu pengetahuan dan sekaligus menjadi harapan untuk awal mula kebangkitan Islam. Tujuan dari pendidikan sekolah alam sendiri mencetak khalifatullah dalam tiga tanggung jawab: -Mengetahui cara diri menyembah Allah. -Mengetahui cara makhluk dan semesta alam menyembah Allah. -Mengetahui cara menjadi pemimpin/khalifah karna Allah.
Alam adalah alasan kenapa Karsa memilih. Alam memberi segala, barang siapa dia mau bersama. Tak seperti di kota, yang selalu bertengkar dan berjahuan hanya karna berbeda pilihan politik semata, status sosial, dll. Tapi, Alam memberikan segala, persahabatan dan kekeluargaan, misalnya. Tujuan kita sama, yaitu menuju puncak untuk menikmati dan menemukan perihal rahasia yang di anugrahkan oleh Tuhan. Belajar bersama, Beribadah bersama, Pun Bergembira ceria bersama. Ada saatnya kita meski bersyukur dalam tafakur, berusaha mentadaburkan diri untuk bisa setia pada alam. Tujuan hidupku hari ini: aku ingin berumah dan bernaung di Sekola Alam Bekasi. Cintai Sekolahmu, seperti mana kau mencintai rumahmu, cintai rumahmu, sebagaimana kau mencintai dirimu, dan cintai dirimu seperti apa kau mencintai kekasihmu. Dan sekolah itu; Bernama SASI.
Ruang itu bernama Psikiater
Hujan mengiasi kota Bekasi, langit menjadi saksi kala Karsa mengirim pesan via whatsap ke kepala sekolah tempat Karsa mengajar, satu pesan yang rasanya berat untuk Karsa kirimkan.
Assalammualaikum wr wb. Ibu, untuk hari ini saya izin tidak ke sekolah, saya ingin ke rumah sakit kota Bekasi untuk kepentingan diri saya, mau berobat ke Psikiater. Mohon maaf yang sebesar besarnya.~sebuah pesan singkat dari Karsa yang semoga lekas dibaca oleh kepala sekolah tempat Karsa mengajar
Menjelang berapa menit kemudian sebuah notifikasi handpon Karasa berdering.
Waalaikummusalam wr wb. Baik pak, saya izinkan. Tetap semagat, hidup ini memang semakin berat. Jangan malu ke psikiater.
Pagi dengan rintik hujan menjelma kesaksiaan setelah Karsa mendapat jawaban dari pihak sekolah tempat Karsa mengajar, beberapa menit kemudian seorang dengan seragam putih-putih menghampirinya, sesaat itu pula Karsa berbicara tentang maksud kedatangannya, Karsa meminta tolong untuk diantarkan ke ruang psikiater RSUD Kota Bekasi, disebuah angkringan yang menyediakan beranekaragam gorengan dan minuman mereka bertemu dan memilih untuk duduk berdua sambil berdiskusi tentang maksud Karsa meminta tolong kepadanya. Karsa berbicara banyak sebagai prolog untuk mencairkan sesuatu yang mungkin terlalu kaku didengar oleh temannya. temannya bernama Klasik, pegawai tetap RSUD Kota Bekasi.
Tentang bro, 3 bulan kedepan lo bakal menemukan kebahagian~ jawaban yang singkat sebagai bentuk menguatkan.
Kurang lebih dua puluh menit, Karsa dan temannya beralih untuk memasuki gedung rumah sakit, tepatnya dilantai dua, ruang itu bernama Psikiater.
Perjalanan ke desa Cisadon....
Sabtu, wajah langit masi tetap sama, mendung dan rintik-rintik hujan. Saat Karsa dan lima temannya menaiki mobil pribadi untuk pergi survai ke sebuah tempat tracking untuk anak-anak sebagai tempat latihan perjalanan jauh menuju Ujung Kolon. Banyak hal yang dibicarakan selama perjalanan menuju desa Cisadon bahkan seekor anjing menuntun kita untuk sampai ke desa tersebut, Karsa dalam batinnya bertutur:
Hidup itu, ketika kau tidak terlalu memikirkan dirimu sendiri dan tidak pula terlalu memikirkan orang lain. Tidak merasa bersalah atas dirimu sendiri dan tidak pula menyalahkan orang lain. Hal yang perlu kau lakukan bersyukur dan bertafakur atas kuasa-Nya, serta sabar dalam kasih-Nya.
Saat itu, hujan rinai membasahi bumi, saat kami sedang melakukan perjalan turun dari ketinggian 900 Mdpl, tak lama kemudian Karsa dinasehati oleh seseorang:
Tenang pak, kata ulama tasawuf “man arafa nafsahu faqod arafa rabbahu”~katanya sambil menatap arah jalan.
Makna Cinta Sejati
Suatu hari, Prof. Achmad Mubarok, MA pernah menasehati Karsa “Man Arafa Nafsahu-Faqod Arafa Rabbahu” Siapa yang mengenal dirinya-Maka dia kenal Tuhannya. Karsa terdiam; seakan cambukan bagi dirinya. Pikirannya aktif, bahkan perasaannya diselimuti berbagai macam persoalan rasa. Karsa mencari dan kemudian patah kembali, patah dan selalu patah, hingga akhirnya Karsa terdiam menikmati hari-hari bersama malam dengan dirinya sendiri, Karsa selalu membenci dirinya dan memilih kembali berdamai oleh dirinya sendiri, hingga Karsa terasa begitu kesepian yang mungkin barangkali bagi Karsa, kesendirian adalah cara terbaik membunuh sepi. Waktu tak pernah diam, hanya diri kita sendiri yang perlu berdiam (puasa). Keasikan Karsa pada dirinya sendiri membuat Karsa berdamai pada dirinya sendiri, segala apa yang dia inginkan, Tuhan menjelma kesaksian atas nikmat-Nya untuk Karsa. Hingga suatu hari, takdir-Nya menemukan Karsa dengan seseorang yang menamakan dirinya sebagai semesta; dia seorang gadis yang menyukai warna hitam, Karsa terdiam ketika ratusan kata masuk sebagai masseges Instagramnya, Karsa tersenyum, sesat itu kesepiannya pecah. Waktu berjalan, Karsa seakan ragu-ragu untuk kembali lagi pada dunia lalunya, tapi tidak dengan takdir-Nya Karsa dibuat mencintainya, langit menjadi saksi, bumi berpijak bagi senyum setiap orang. Waktu berjalan, Karsa tidak pernah tahu apa nasib waktu, hingga Karsa selalu menanyakan berulang-ulang perasaannya, tapi dia bosan, sebab terngiang-ngiang dan memilih hilang, termasuk sebagian dari diiri sendiri Karsa, dunia terasaa hambar, Karsa selalu membenci dirinya sendiri, hingga Karsa harus hilang kendali yang nyatanya tak membuat patah hati. Karsa sedih, gelisah, bersalah, dan segala gejolak yang seakan hidupnya akan berakhir esok hari. Tuhan hadir di setiap cangkir, Tuhan bersemi pada setiap takdir—hingga takdir itu memulangkan Karsa pada semesta dengan kata-kata yang masi sulit untuk diejaa. Semesta bosan, Karsa akan tetap sama dan akan selalu sama—sebab pada setiap usaha, Karsa seakan di jaga oleh doa-doa dan keyakinannya atas proses berkali-kali keraguannya. Yah Karsa salah, bukan lagi perihal dan persoal perasaan dan praduga, tapi persoalan Semesta yang diyakini sebagai kesaksiannya bagi hidupnya. Makna dari pada Cinta Sejati adalah terletak pada kata syukur dan sabar. Bersyukur saat dia hadir dan masih ingin bersama pada kita, yang seakan dunia adalah milik kita berdua. Dan bersabar atas apa yang ingin melukai dia, sekalipun kesabaran itu menghancurkan diri kita sendiri, bahkan rumi berkata “esensial mawar terletak pada durinya” bersabar adalah jalan terbaik untuk menjaganya, sebagaimana cinta memiliki lawan hawa nafsu—cintanya kita akan selalu beri melalui doa-doa panjang dan hawa nafsunya kita akan lawan dengan diri sendiri. Dan Karsa faham, rumi pernah berpesan dalam sajaknya “Apa yang kau cari—mencariMu”.
Karsa tersenyum—dan tak ingin lagi melamun:
Sebab kelak, bila Karsa tak bersamanya di dunia, dia akan bersamanya di akhirat, sebagaimana sabda Kekasih-Nya: Almaru Ma’a man a habbah.
Komentar
Posting Komentar