Langsung ke konten utama

KH Noer Alie dan Sifat Tawadhu


Oleh: Alfin Hasanul Kamil

C:\Users\Notbook\Documents\4x6 Almed.jpg


KH Noer Ali adalah sosok pahlawan nasional asal Bekasi yang sekaligus juga seorang ulama karismatik. Ketokohannya sudah tidak diragukan lagi. Baik para ulama maupun umara mengakuinya. Kedudukannya di masyarakat dipandang mulia. Ia menjadikan kampungnya menjadi kampung santri. Ia mendirikan lembaga pendidikan yang dikenal luas di Bekasi dan sekitarnya. Sebelumnya ia juga dikenal sebagai pejuang kemerdekaan dan politisi Muslim yang karismatis. Tak sekadar itu, dalam kehidupan sehari-hari beliau orang yang memiliki sifat Tawadhu.



Pengertian

Tawadu’ (at-tawadhu’) berarti rendah hati, antonimnya adalah “takabur” (at-takabbur). Dalam sebuah kitab Ihya Ulummuddin karya Imam al-Ghazali, suatu keadaan Tawadhu digambarkan pada sebuah kisah tentang seorang Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang sedang menjabat sebagai gubernur Madinah Munawarah pernah terlihat sedang memikul seikat kayu bakar seraya berkata, “Berilah jalan untuk gubernur!”. Selain itu, Umar juga pernah memikul sendiri karung berisi tepung untuk rakyatnya. Dia juga pernah mencela dirinya diatas mimbar. Dalam Al-Qur’an ayat yang menjelaskan tentang sifat Tawdhu secara khusus memang tidak ada. Akan tetapi, beberapa kata yang terkandung dalam Al-Qu’an yang menggambarkan tentang sifat Tawdhu memiliki arti dan maksud yang sama, jika bersandar pada penjelasan hadist nabi Muhammad Saw.

Misalnya surah Al-Furqan; ayat 63:

“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (Ialah) orang yang berjalan diatas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang mengandung keselamatan”~(Al-Furqan; Ayat 63).


Bersandar pada hadist nabi Muhammad Saw, riwayat Muslim, nabi bersabda:

“Dan Allah mewahyukan kepadaku agar kalian saling merendah diri supaya tidak seorangpun yang berbangga diri pada yang lain dan agar tidak seorangpun berlaku zalim pada yang lain.” (HR.Muslim).


Sosok KH Noer Alie dan Sifat Tawadhunya

Dalam kesempatan sebuah acara talkshow dengan tema “Sisi Lain KH. Noer Alie”  edisi SILATNAS IKAA 2020 yang dilaksanakan disebuah gedung Aula Pondok Pesantren At-Taqwa, KH. Amin Noer, Lc selaku salah satu anak Almaghfurllah KH. Noer Alie, bertutur cerita tentang sosok keseharian KH. Noer Alie, sebagai berikut: 

“Pada kesempatan yang berbahagia ini, mungkin sedikit dari kita yang tidak mengetahui dan hal ini hanya terjadi dilingkungan keluarga, kesaksian saya pada saat beliau masih hidup, beliau sangat meneladani kehidupan Rasullullah SAW dalam segi kehidupan apapu, baik segi berperang, berpartai demi persatuan dan kesatuan, belajar juga sama, sampai dalam berkeluarga, semua berdasarkan sunah. Kemudian yang saya tahu, beliau ini sisi yang saya tahu dan perlu saya sampaikan, kalau nabi dalam ceritanya, kalau baca Maulid Al-Barjanji bagaimana sejarah nabi itukan, Cuma kadang-kadang kita tidak membaca itu, harusnya setelah Asyroqol berdiri terusin langsung disitu banyak sejarah nabi kehidupan peribadi beliau, sampai beliau katanya menjahit bajunya yang bolong, sampai sendalnya putus diperbaiki sendiri, itu beliau benar-benar diperhatikan sampai disitu, maka saya perhatikan beliau itu seorang ulama yang tidak pernah bergengsi (mengistilahkan zaman sekarang) ini semua kita orang yang paling gengsi, termasuk murid-murid beliau paling gengsi, apalagi sekerang disuruh kerja dirumah kita aja itu bocah tidak mau, dulu zaman beliau masi mau murid-muridnya, termasuk dizaman saya, ngepel, nyapu dan tidak sekerang, tidak ada. Kalau beliau itu, benar-benar mengikuti nabi. Itu kalau lagi bulan puasa, menjelang Idul Fitri beliau langsung turun motongin daging bersama ibu-ibu beliau yang motongin, kalau kita mah blamparan hehee, begitu saya perhatikan beliau ya Allah, kalau dulu beliau masi kecilnya katanya beliau rajin, pulang dari pesantren ke rumah ngeliat, ada kendi kosong diisiiin, ada tempayan kosong di isi tidak pake disuruh, ada kolam luas kosong diisiin nimba dia, apa saja, emang orang yang benar-benar mengikuti jejak Nabi kita Muhammad saw, yaitu berbakti kepada kedua orang tua, yang paling saya salut betul, anak sekarang tidak ada dah, itu kalau dibelakang rumah ada kobak atau empang banyak yang dipeliharain ikan gurame, kalau kita buang air ikan gurame pada kumpul makanin, udah gede guramenya diangkat dijual dah yang beli langsung ngangkat, begitu kosong udah kering, begitu dikeringin kan lumpur banyak, itu dia tidak mau, kalau kita mah paling panggil bujang bujang sini, ini mah beliau tidak, turun langsung sendiri-sendiri sambil bawa centong, sampai ke bawah jamban, jamban itukan Ya Allah dibawahnya. Itu seorang Ulama besar seorang Kiyai besar, seorang Pejuang besar, ente apa? Nah, nah tidak ada apa-apanya dibanding beliau. Ini coba tulis, sejarah bapak Kiyai, jangan sampai ada anak-anak muda itu gengsi mulu, gengsi mulu, gengsi, itu pak kiyai sendiri-sendiri turun di kobak-koba yang gede-gede itu buat nyari ikan. Di situ saya (Masyallah), saya pelajari benar (Masyallah) dan bilau itu orangnya tidak enak diam, dan disitu sesuai dalam perinsip Al-Ashr (Wal ashr= Demi Masa) waktu benar-benar digunakan dengan sebaik-baiknya, tidur, cepet beliau kalau tidur, tidur cepet bangun cepat langsung kerja tidak ada planga-plongo, langsung apa saja dikerjai kalau perlu ngored-ngored, ada pohon berbuah ditebang sendiri, kalau kita mah nyuruh bujang, dia mah jalan sendiri langsung ditebang sendiri, didepan rumah itu pernah ada pohon pete, beliau yang nebang sendiri. Itu jiwa beliau, padahal beliau sudah seorang ulama besar, sudah menjadi anggota konsituante, seorang pejuang tapi tetap saja beliau tidak ada gengsi-gengsi. Sampai pada inget musim panen, musim panen itu motong sendiri, tidak ada gengsi padahal beliau seorang Ulama besar, Kiyai Besar, dan Pejuang besar”.~Tuturnya 


Dalam tutur kisahnya KH. Amin Noer, Lc, menggambarkan sosok Ulama Besar Al-Maghfurlah KH. Noer Ali sebagai sosok orang yang sudah sampai pada sifat Tawadhu tertinggi, hal itu bisa kita lihat, pada saat beliau melakukan pencarian ikan di empang atau di kobak maupun penebangan pohon oleh dirinya sendiri, perbuatan tersebut tidak semata-mata beliau lakukan tanpa ada sebuah filosofi tersendiri, melainkan bentuk sebuah kerendahan hati (Tawadhu) beliau untuk selalu istiqomah bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat sehat jasmaninya untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan atas nikmat batinnya dalam semangat untuk tidak bergantung pada orang lain, melainkan hanya kepada Allah Swt.

Kesimpulan dari sifat Tawadhu sebagaimana praktik yang dilakukan oleh KH Noer Alie, dalam sebuah buku “Tasawuf Untuk Kita Semua” karya Muhammad Fethullah Gulen dijelaskan: Tawadu’ (rendah hati) adalah gerbang utama menuju istana akhlak Allah. Tawadhu’ adalah juga merupakan alat utama bertaqorub (Mendekatkan diri) kepada Allah dan sekaligus kepada makhluk. Ingatlah bahwa mawar tumbuh diatas tanah, sementara manusia tinggal diatas tanah dan bukan di langit. 



DAFTAR PUSTAKA


Chanel Youtube Al-Atqia 2010 “Talkshow Hari Pahlawan Sisi Lain KH. Noer Alie” ( Tgl Uploud: 23 November 2019)


Ismail, A. Ilyas, True Islam (Moral, Intelektual, Spiritual), Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2013. Hal: 235




Komentar